PERNIKAHAN DINI ; TANTANGAN DAN SOLUSI


Oleh  Anas Al Lubab

Judul                     : Trilogi Memoar Nikah Dini Keren : ANUGERAH CINTA
Penulis                  : Haekal Siregar
Penerbit                : Penerbit Jendela, Jakarta
Cetakan                : 1 Januari 2009
Jumlah hlm            : 320 Hlm Uk. 14cm x 20,5 cm

Pernikahan adalah ibadah sakral yang pelaksanaannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Semakin tua usia, semakin banyak pertimbangan yang mengganggu pikiran. Dari mulai ketidaksiapan mental, takut tidak menemukan kecocokan berujung perceraian,hingga  takut tidak mampu memberi nafkah. Sementara dampak pergaulan bebas semakin hari kian mengkhawatirkan. Kasus MBA (Married by Anciden) begitu mudah kita jumpai di setiap daerah tak peduli di kampung ataupun kota.

Nampaknya kita perlu belajar pada pengalaman Haekal yang ia bagikan melalui buku ini. Buku setebal 320 halaman ini berusaha  mempreteli pernak-pernik pengalaman penganut mazhab nikah dini yang masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat khususnya orang-tua.

Pepatah Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya nampaknya benar adanya. Sebagai anak dari penulis perempuan—Pipiet Senja—yang sehari-harinya konsisten menulis dan menulis walau terkadang dengan kondisi tangan biru bengkak lantaran jarum infus. Haekal rupanya  terbawa magnet ibunya terutama banyolan-banyolan khasnya yang terselip dilembaran bukunya ini.

Jika melirik sekilas melalui covernya yang menampilkan pasangan pengantin muda berbackround warna pink dengan kaki digelayuti  anak-anak yang lucu ini. pembaca akan cenderung menilai catatan yang tersebar didalamnya hanya merupakan dramatisasi romantic pernikahan. Ternyata Haekal mampu mengawali tulisan dengan macho; membedah pernak-pernik kehidupan remaja yang bergelimang kesenangan dan mencuatkan problematika yang membahayakan. Kehidupan malam, gonta-ganti pacar, tawuran antar genk remaja, membolos sekolah, hingga melinting ganja sempat Haekal alami. Seakan Haekal ingin membuka kesadaran pembaca terlebih dahulu tentang realita sebelum ia masuk ke inti persoalan; penting menyegerakan pernikahan agar terbebas dari jerat hitamnya pergaulan.


Memang mengherankan prilaku manusia dewasa ini. Kepada perintah Tuhan yang nyata-nyata menjanjikan keselamatan dan kebahagiaan, ragu dan selalu terjadi ketakutan. Sementara liarnya kehidupan remaja yang penuh resiko dibiarkan. Keberanian Haekal dan Seli istrinya patut diacungi jempol. Komitmen Seli dalam menghindari fitnah para jilbaber yang konon telah menghapus kamus pacaran, dan rasa cinta Haekal yang takut kehilangan Seli, akhirnya mereka memutuskan untuk segera menikah. Haekal pun sempat gamang menyambut ajakan mendadak dari Seli, namun setelah mendengarkan pernyataan Seli yang menjawab kegamangan soal ketidakmampuannya memberi nafkah. Seli mengatakan bahwa manusia tak bisa menjamin nafkah manusia lainnya tanpa seizin Tuhan. Tak ada jaminan walau kita telah punya pekerjaan dan tempat tinggal sekalipun. Bisa saja dengan izin-Nya kita dikeluarkan dari pekerjaan dan rumah kita hangus tak tersisa dilahap api.

Proses menuju gelanggang pernikahan kedua pasangan muda ini tidak berjalan mulus seperti yang kita bayangkan melainkan diliputi berbagai aral melintang. Sulitnya mendapat restu dari orang tua lelaki Haekal, mengurus persidangan pengadilan lantaran Haekal baru berusia 18,5 tahun sementara UU usia calon pengantin lelaki minimal 19 tahun, hingga morat-marit persoalan ekonomi yang menyesakkan dada pembaca; bagaimana seli harus mengirit-ngirit uang jajan hingga puasa untuk menabung agar mampu membeli peralatan rumah tangga. Usaha haekal yang bekerja keras ingin menghidupi istri. Sikap orangtua lelaki Haekal yang keras dan aneh hingga mereka terusir dari rumah bersama ibu dan adiknya, adalah lika-liku perjalanan hidup yang tetap mereka jalani dengan penuh pasrah dan syukur

Buku ini akan memandu kita agar tanggap mengambil keputusan berdasarkan tuntunan Tuhan. Tidak lagi berdasarkan hitungan matematis logika manusia. Karena jika kita telah berusaha menjejakkan titian  langkah di jalan Tuhan niscaya cahaya penerang jalan menuju-Nya hadir berkilauan. Bagi yang cukup umur dan telah memiliki kesiapan mental, jangan lagi menunda pernikahan hanya karena persoalan materi. Jalani dan sambut kejutan-kejutan Tuhan setelah menikah. Wallahua'lam 

Komentar

Postingan Populer