Rahasia Dapur 5 Penulis Indonesia

Rahasia Dapur 5 Penulis Indonesia
Oleh Anas Al Lubab

Judul       : My Life as Writer
Penulis    : Haqi Achmad dan Anastasia Setiawan
Penerbit  : Plotpoint Publishing
Cetakan  : Ke-1 (Maret 2013)
Tebal       : iv+192 hlm

Apa yang berkerumun dibenak anda saat mencicipi suguhan makanan yang lezat. Sebagian dari kita mungkin terpikir untuk mengetahui siapa pembuatnya dan tertarik untuk mencari tahu bagaimana rahasia resepnya sehingga menghasilkan makanan yang maknyos di lidah.

Pun begitu respon kita terhadap buku menarik yang kita baca. Bukan hanya terkagum-kagum kepada penulisnya, kita pun kerap bertanya-tanya apa saja kira-kira hal-hal yang telah dilakukan penulisnya sehingga menghasilkan karya yang mengagumkan dan enak dibaca. Kehadiran buku ini adalah upaya untuk membagikan pengalaman lima penulis yang salahsatunya mungkin penulis favorit anda.
Buku hasil wawancara Haqi Achmad dan Ribka Anastasia Setiawan yang didesain full warna ini merangkum profil kepenulisan Alanda Kariza (Vice Versa, DreamCatcher), Clara Ng (Tujuh Musim Setahun), Dewi Lestari (Perahu Kertas), Farida Susanty (Dan Hujan Pun Berhenti), dan Valiant Budi (Joker, Ada Lelucon di Setiap Duka). Berikut suka-duka mereka dalam meniti karier sebagai penulis.       

Lewat buku ini kita akan menyimak awal mula ke-5 penulis di atas mengawali karier sebagai penulis, rintangan dan hambatan yang mereka alami, proses kreatif, hingga upaya penuh kesungguhan agar tulisan mereka bisa lolos terbit. Dalam hal ini ke-5 nya atau mungkin semua penulis sepakat bahwa membaca merupakan proses yang wajib dilakukan oleh siapapun yang hendak menceburkan diri dalam dunia tulis menulis.

Alanda misalnya berbicara pentingnya membaca, ia menganalogikan penulis sebagai seorang koki. Dimana seorang koki tak mungkin bisa menyajikan jenis makanan yang menerbitkan selera jika tidak bisa membedakan mana makanan yang enak atau tidak. Pun begitu dengan seorang penulis, ia tak akan mengetahui kualitas sebuah buku bagus atau tidak jika tidak punya kesungguhan menyeleksi banyak sumber bacaan. (hal:35)

Bagi kita sebagai penulis pemula yang kerap mandeg menulis lantaran alasan mood, sepertinya mesti menyimak pernyataan Clara Ng yang menyatakan bahwa penulis bisa diibaratkan sebagai seorang atlet. Kian sering berlatih, ia tak perlu lagi menunggu mood untuk berlatih. Clara juga menekankan pentingnya motivasi. Untuk apa atau untuk siapa kita menulis. Tanpa didukung motivasi yang jelas kita tak mungkin bertahan terus menulis.

Sementara Dewi Lestari yang mengaku sangat terpengaruh oleh Enid Blyton mengaku membaca baginya bukan dalam arti kuantitas melainkan kualitas. Ia hanya membaca satu dua buku yang memiliki pengaruh kuat kepada dirinya sehingga menggerakkannya untuk menulis.

Berbeda dengan Alanda yang tertarik menulis lantaran kecintaannya terhadap pelajaran bahasa Indonesia di bangku sekolah, Dee (begitu biasa dewi lestari dipanggil) justru mengaku merasa dibatasi misalnya mesti mengarang hanya dalam beberapa paragraf, dengan ketentuan paragraf pertama mesti memuat ide utama, dan sebagainya, dan seterusnya. Bagi Dee, hal ini memang cocok untuk pola pengajaran struktural, tapi tidak untuk penulisan kreatif seperti yang dipilihnya. (hal:94)

Empat hal tips yang Dee berikan untuk penulis pemula seperti kita. Pertama, mesti berani gagal (siap atas penolakan dan segala rintangan dengan terus menulis dan menempa diri), berani berhasil (tidak cepat puas, setelah satu karya menetas, seorang penulis mesti segera menentukan sikap terus membuatkan karya yang semakin bernas atau justru mandeg sampai disitu), menjadi pengamat yang baik (ini terkait dengan riset. Seorang penulis yang baik mesti pandai mengamati semuanya; mengamati diri sendiri. Lingkungan. Orang sekitar. Semua bermula dari kejelian pengamatan), dan jujur dengan diri sendiri (jujur dengan diri sendiri menurut Dee menyangkut dua hal. Pertama sebagai penulis ia mesti mengetahui kekurangannya dan kedua menemukan individualitasnya. Sehingga ia menemukan keunikan cara penulisan dirinya diluar penulis yang ia sukai).

Rasanya tak mungkin saya kembali mengulas pengalaman ke-5 penulis yang sudi berbagi dibuku ini. Meski begitu dari ke-5 nya kita bisa belajar bahwa menjadi penulis sesungguhnya tidak ditentukan semata-mata oleh faktor bakat melainkan kesungguhan. Tak lupa juga butuh suplai membaca dan kepekaan mengamati sekeliling.

Sebanyak apapun buku resep masak yang kita kumpulkan dan pelajari tanpa pernah dipraktikan tidak mungkin otomatis membuat kita menjadi jago memasak. Pun begitu dengan kehadiran buku ini. Untuk bisa menulis hanya ada 3 cara yakni menulis, menulis, dan menulis. Wallahu a’lam        

Komentar

Postingan Populer